Selasa, 26 Juli 2016

Untuk Angeline, Untuk Anak-Anak Indonesia




Judul film: Untuk Angeline
Sutradara: Jito Banyu
Produser: Niken Septikasari, Duke Rachmat
Genre: drama, biografi
Produksi: Citra Visual Sinema
Tanggal rilis: 21 Juli 2016 (Indonesia)
Durasi: 100 menit

Terlahir di keluarga kurang mampu, Angeline harus hidup terpisah dari bapak ibu kandungnya, Santo dan Samidah. Santo tanpa berunding dengan istrinya menyerahkan bayi mungilnya yang baru berusia 3 hari kepada sepasang suami istri yang telah menebus biaya persalinan Angeline. Samidah yang diperankan oleh Kinaryosih tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ketika diminta untuk tak menemui Angeline sampai dia berusia 18 tahun.

Angeline hidup bersama keluarga John dan Terry di pulau Bali. John dikisahkan begitu baik hati sangat menyayangi Angeline. Berbeda jauh dengan Terry dan Kevin yang sering bersikap sinis dan kasar pada Angeline. Kevin merupakan kakak tiri Angeline, anak dari Terry dengan pria lain sebelum menikah dengan John.
****
Untuk Angeline, sebuah film yang diangkat berdasarkan kisah nyata seorang gadis kecil berusia 9 tahun di Bali. Menonton film ini saya seperti diingatkan untuk melihat rentetan-rentetan berita tentang Angeline yang sempat menjadi perhatian masyarakat Indonesia pertengahan 2015 lalu.

Angeline si anak adopsi, sangat disayang oleh papa angkatnya. Di satu sisi, mama angkat dan kakak angkatnya justru sangat membenci Angeline. Perlakuan-perlakuan kurang menyenangkan sering diterima oleh Angeline dan makin menjadi-jadi ketika papa angkatnya meninggal dunia karena serangan jantung.

Tak tega rasanya menceritakan kekerasan apa saja yang dialami oleh Angeline. Melihat sosok gadis kecil berwajah manis tapi berpenampilan kumal saja pandangan mata langsung mengabur. Jangan tanya seperti apa derasnya air mata ketika adegan demi adegan kekerasan yang dialami oleh Angeline diputar. 

Ketika sedang menyaksikan film ini tiba-tiba saja terfikirkan apa yang membuat Angeline begitu tabahnya menghadapi kekerasan demi kekerasan, bukan hanya kekerasan fisik tapi juga kekerasan mental. Barangkali karena Angeline merasa tak ada pilihan lain yang lebih baik selain menerima dan pasrah dengan keadaan. Barangkali dia merasa tak ada orang lain yang bisa membantunya bahkan sekadar untuk tempat bercerita.
Setelah itu, sibuklah saya menyalahkan banyak orang. Tetangganya yang kurang peka, guru-gurunya yang seharusnya lebih aware, dan dua pembantunya yang seharusnya lebih berani dalam melindungi Angeline. Jika saja seperti itu, barangkali Angeline tak kan dibunuh dan dikubur di halaman belakang rumahnya sendiri.

Lalu saya terhenyak. Jika ada Angeline Angeline lain di sekitar saya, bisa dan beranikah saya melindungi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang? Jangan-jangan saya justru lebih cuek dan bersikap masa bodoh. Merasa itu bukan urusan saya, merasa itu bukan tanggung jawab saya.

Pesan film ini cukup jelas, stop kekerasan pada anak. Film ini layak untuk ditonton orang dewasa agar lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Sesuai dengan segmennya untuk usia 17 tahun ke atas, fiml ini tidak disarankan untuk usia anak-anak, karena banyaknya adegan kekerasan yang ditampilkan secara gamblang.

Stop kekerasan pada anak. Jangan sampai ada Angeline Angeline lain yang menjadi korban di sekitar kita. Untuk Angeline, untuk anak-anak Indonesia... marilah dimulai dari diri sendiri.

Nonton bareng film Untuk Angeline bersama teman-teman kopiers Jogja