Jumat, 11 November 2016

The Harvest Patissier and Chocolatier Kini Hadir di Jogja

Meskipun penggila coklat dark, tetapi saya kurang suka cake. Mungkin karena terbiasa makan kue ulang tahun yang seringnya rasanya biasa-biasa saja ya. Kode nih kode bagi siapapun yang baca. Hihihihi

Tetapi bulan Oktober kemarin pendirian saya mulai goyah. Ketika itu banyak sekali foto-foto salah satu brand cake yang berseliweran di jalan-jalan strategis di Jogja. Tak cuma di jalan, bahkan di beranda facebook pun sering banget  muncul. Nama brand tersebut adalah THE HARVEST. Oooohh jadi ceritanya The Harvest ini bakal buka cabang baru  di Jogja.


Duuhhhh, tergiurr banget lihat foto cake-nyaa. Dan lapisan coklatnya ituu loooo. Bikin mupeeng tingkat dewaaaa.

*
*
*

Singkat cerita, tibalah hari itu. Hari dimana The Harvest launching di Jogja. 18 Oktober kemarin, bersama teman-teman blogger yang lain kami berkesempatan menghadiri acara launching The Harvest ini. Jam 14.00 tepat saya berhasil menemukan tempatnya yang ternyata strategis banget nget nget. Duhh tapi percayakan aja pada google map untuk cari tempatnya, jangan percaya saya yang tukang nyasar ini. Hihihihi.

Setelah acara ceremonialnya, aya berkesempatan mencicipi 3 cake andalan dari The Harvest ini. Chocolate Devil, Strazberry Cheese Cake, dan Peanut Butter Cake. Sebagai penggila coklat, saya sukaaa banget dengan Chocholate Devil. Coklatnya jelas sekali kelas premium. Cake-nya pun di luar dugaan, saya sukaaa sekaliiii. Yang jelas bikin ketagihan.


Siap menyicipi 3 cake andalan
Chocholate Devil



Di akhir acara, aya menyempatkan diri untuk membeli cake-cake ini untuk sahabat-sahabat saya. Sayang sekali saya lupa namanya, tetapi bentuknya seperti ini





Yap, lagi-lagi karena saya penggila coklat. aya pun memilih yang ada coklat-coklatnya. Daannn rasanya benar-benar cocok di lidah saya yang lumayan rewel ini. Selain coklatnya yang memang juara, raa cake ini pun enak. Tak cuma saya yang suka, sahabat-sahabat saya pun menyukainya.

Enggak percaya? Datang ssaja dan buktikan di sini
The Harvest Pattisier & Chocolatier

Jl. C. Simanjuntak No. 5 
Yogyakarta - Indonesia





Selasa, 08 November 2016

Upside Down World, Tempat Unik Serba Terbalik di Jogja

Yang suka narsis, pas banget deh datang ke sini. Berkonsep serba terbalik, tempat ini menjadi salah satu tempat yang diincar oleh kawula muda di Jogja. 

 

Datang ke tempat ini, kita berasa masuk ke rumah. Tercatat ada 8 spot foto yang sayang jika tidak diabadikan. Spot foto tersebut antara lain ruang 3D, living room, dinning room, master bed room, kids room, kitchen, laundry room hingga bathroom. 

 

Bingung bagaimana cara mendapatkan foto dengan hasil yang maksimal? Jangan sedih di tiap spot foto ada contoh pengambilan gambarnya. Sekaligus ada petugas yang siap memberikan arahan ke tiap pengunjung. Yang pasti, siap-siap harus antri ya. Apalagi kalau akhir pekan, tempat ini pasti ramai pengunjung.

 
Lihat-lihat kulkas dulu ahh sebelum masak

Ala ala sedang yoga. Hihihi


Kok gedhe bonekanya yaaaa


Ayooo ngepel duluuuu


Add caption


Sebelum tidur, jumpalitan duluuu


Upside Down Wold terletak di Jalan Ring Road Utara No. 18 (Seberang Indomaret Casagrande) Maguwoharjo, Depok, Kabupaten Sleman. Tempat ini buka tiap hari dari jam 10.00–19.00. HTM Rp 80.000 untuk orang dewasa dan Rp 40.000 untuk anak-anak. 

 

Jadi, kapan ke sini?

Selasa, 26 Juli 2016

Untuk Angeline, Untuk Anak-Anak Indonesia




Judul film: Untuk Angeline
Sutradara: Jito Banyu
Produser: Niken Septikasari, Duke Rachmat
Genre: drama, biografi
Produksi: Citra Visual Sinema
Tanggal rilis: 21 Juli 2016 (Indonesia)
Durasi: 100 menit

Terlahir di keluarga kurang mampu, Angeline harus hidup terpisah dari bapak ibu kandungnya, Santo dan Samidah. Santo tanpa berunding dengan istrinya menyerahkan bayi mungilnya yang baru berusia 3 hari kepada sepasang suami istri yang telah menebus biaya persalinan Angeline. Samidah yang diperankan oleh Kinaryosih tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ketika diminta untuk tak menemui Angeline sampai dia berusia 18 tahun.

Angeline hidup bersama keluarga John dan Terry di pulau Bali. John dikisahkan begitu baik hati sangat menyayangi Angeline. Berbeda jauh dengan Terry dan Kevin yang sering bersikap sinis dan kasar pada Angeline. Kevin merupakan kakak tiri Angeline, anak dari Terry dengan pria lain sebelum menikah dengan John.
****
Untuk Angeline, sebuah film yang diangkat berdasarkan kisah nyata seorang gadis kecil berusia 9 tahun di Bali. Menonton film ini saya seperti diingatkan untuk melihat rentetan-rentetan berita tentang Angeline yang sempat menjadi perhatian masyarakat Indonesia pertengahan 2015 lalu.

Angeline si anak adopsi, sangat disayang oleh papa angkatnya. Di satu sisi, mama angkat dan kakak angkatnya justru sangat membenci Angeline. Perlakuan-perlakuan kurang menyenangkan sering diterima oleh Angeline dan makin menjadi-jadi ketika papa angkatnya meninggal dunia karena serangan jantung.

Tak tega rasanya menceritakan kekerasan apa saja yang dialami oleh Angeline. Melihat sosok gadis kecil berwajah manis tapi berpenampilan kumal saja pandangan mata langsung mengabur. Jangan tanya seperti apa derasnya air mata ketika adegan demi adegan kekerasan yang dialami oleh Angeline diputar. 

Ketika sedang menyaksikan film ini tiba-tiba saja terfikirkan apa yang membuat Angeline begitu tabahnya menghadapi kekerasan demi kekerasan, bukan hanya kekerasan fisik tapi juga kekerasan mental. Barangkali karena Angeline merasa tak ada pilihan lain yang lebih baik selain menerima dan pasrah dengan keadaan. Barangkali dia merasa tak ada orang lain yang bisa membantunya bahkan sekadar untuk tempat bercerita.
Setelah itu, sibuklah saya menyalahkan banyak orang. Tetangganya yang kurang peka, guru-gurunya yang seharusnya lebih aware, dan dua pembantunya yang seharusnya lebih berani dalam melindungi Angeline. Jika saja seperti itu, barangkali Angeline tak kan dibunuh dan dikubur di halaman belakang rumahnya sendiri.

Lalu saya terhenyak. Jika ada Angeline Angeline lain di sekitar saya, bisa dan beranikah saya melindungi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang? Jangan-jangan saya justru lebih cuek dan bersikap masa bodoh. Merasa itu bukan urusan saya, merasa itu bukan tanggung jawab saya.

Pesan film ini cukup jelas, stop kekerasan pada anak. Film ini layak untuk ditonton orang dewasa agar lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Sesuai dengan segmennya untuk usia 17 tahun ke atas, fiml ini tidak disarankan untuk usia anak-anak, karena banyaknya adegan kekerasan yang ditampilkan secara gamblang.

Stop kekerasan pada anak. Jangan sampai ada Angeline Angeline lain yang menjadi korban di sekitar kita. Untuk Angeline, untuk anak-anak Indonesia... marilah dimulai dari diri sendiri.

Nonton bareng film Untuk Angeline bersama teman-teman kopiers Jogja

Kamis, 19 Mei 2016

Selalu Ada yang Pertama: Postingan Pertama




Selalu ada yang pertama. Dan ini postingan pertama di blog baru ini.

Yess. Akhirnya mendapatkan hidayah untuk mulai menulis lagi di blog.  Blog ini akan aku khususkan untuk menulis kisah, pengalaman, dan petualangan seru yang aku alami. Dari jalan-jalan cantik, kulineran, kumpul-kumpul dengan komunitas, pengalaman seru di kelas ataupun di luar kelas (eiimm, aku guru killer katanya. hihihi), sampai naik gunung ataupun petualangan seru lainnya semoga akan segera dirilis.

Insha Alloh akan mulai memberi tanda kehidupan juga ke blog yang aku khususkan untuk menulis cerpen, cerkak (cerpen berbahasa Jawa), puisi, dan  geguritan (puisi berbahasa Jawa). Doakan tetap konsisten ya.

Di postingan  pertama ini enggak mau berpanjang kali lebar. Segini aja dulu sepertinya cuku[. Tapi boleh ya narsisnya agak banyakan. Hihihi.  Dari beberapa  foto-foto favoritku  ini, kalian pengin mana yang aku tulis dulu? :)








Kata  beberapa temanku, foto-foto yang aku posting itu ngeri-ngeri sedaaaap. Iyakah? Ada yang pengin cobain gitu? Ehhh, engaja nama tempatnya memang belum ditulis ya. Tunggu aku di postingan berikutnya.

Btw, mukanya biasa aja napa? Jangan mupeng gitu.
*ngumpettakutdijitak.

Salam kompor nan membara dariku, Diyan Hastari.