Selasa, 07 November 2017

Wage: Sebuah Film Kisah tentang Perjuangan di Balik Lagu Indonesia Raya

Indonesia Raya merdeka merdeka
Tanahku negriku yang kucinta
Indonesia Raya merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Sebuah penggalan lagu yang sering banget kita dengar. Dari SD hingga SMA lagu ini pasti dikumandangkan setiap hari Senin saat upacara bendera.  Sekarang nih bahkan  di banyak sekolah lagu ini dinyanyikan tiap pagi sebelum memulai kegiatan belajar mengajar. Begitu seringnya didengar, hingga hafal di luar kepala dan kadang kita lupa memaknainya.

Pernahkah terbersit siapa, kapan, dan pada situasi seperti apa lagu ini diciptakan?


Beruntung, Selasa 7 November 2017 saya beserta 4 teman kopiers jogja yang lain berkesempatan untuk melihat Gala Premier film biopik pencipta lagu Indonesia Raya yang berjudul WAGE. Ya, dialah Wage Rudolf Soepratman atau lebih dikenal dengan W.R Soepratman yang kisah hidupnya diangkat dalam sebuah film yang menggugah semangat dan jiwa nasionalisme.

Selfie bareng pemeran W.R Soepratman


Banyak hal baru yang baru saya tahu dari film ini. Iya, saya memang kurang sekali dalam pengetahuan sejarah.  Karena bagi saya mengingat-ingat masa lalu kadang itu menyakitkan (ealahh, curcol). Saya baru tahu looo kalo ternyata lagu Indonesia Raya pertama berkumandang saat Kongres Pemuda II  di Batavia pada saat Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Ada yang senasib dengan saya??? Berarti fix, harus banget nonton film ini. Atau jangan-jangan hanya saya seorang yang baru tahu ya.

Bayangkan, 28 Oktober 1928 itu 17 tahun sebelum Indonesia Merdeka.  TU-JUH BE-LAS TA-HUN. Saya bisa membayangkan bagaimana para kompeni pasti kebakaran jenggot saat mendengarkan lagu ini. Saya juga bisa membayangkan para pejuang kemerdekaan dan seluruh rakyat Indonesia pasti terbakar semangatnya saat mendengarkan lagu ini. Dan itu digambarkan secara apik lewat film yang disutradarai oleh John De Rantau ini.


Film yang dibintangi oleh pendatang baru Rendra Bagus Pamungkas sebagai WR Supratman dan artis yang telah malang-melintang di dunia perfiman Indonesia Prisia Nasution sebagai Salamah kekasih WR Supratman ini akan mulai tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 9 November 2017. 


Penasaran filmnya? Pastikan teman-teman nonton ya. Yuk cintai film karya anak bangsa yang menggugah semangat patriotisme dan nasionalisme



Rabu, 03 Mei 2017

Menjadi Guru Ituuu.....

Perkenalkan, saya Diyan Hastari. Seorang guru bahasa Jawa di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Sleman. Eittsss, jangan bayangkan saya guru dengan tampilan anggun, sabar, dan pengertian. Haiisshhh, ini kriteria pacar atau guru?

Boleh ya saya share beberapa pengalaman saya sebagai guru selama alhamdulillah ternyata sudah 7 tahun. Boleh kan ya? Kalau enggak boleh ya sudah, saya tetap akan bercerita. Kwkwkwkwk.

Punya adik atau anak usia SMA? Sudah tahu kan ya tingkah di rumah kayak apa? Di sekolah, kadang mereka lebih heboh. Ada beberapa yang di rumah merasa tertekan akhirnya di sekolah semacam kayak tempat mereka menyalurkan emosi. Ada yang kalau di rumah jadi anak manis, tapi di sekolah begitu bareng teman gengnya jadi aduhaaiiii pedes pedes sedaapp. Ada yang di rumah kerja keras bantu orang tua, begitu sampai sekolah ehhh tidur terus karena ngantuk. Ya Tuhan yang Maha Esa, lengkap deh pokoknya mereka. Ehhh tapi  yang manis manis juga banyaaaakkkk.

Cerita yang manis manis kayak gula kan ngebosenin ya. Masa saya cerita murid saya diterima di sekolah. Lancar terus selama 3 tahun terus tahu-tahu sekarang sudah ujian. Kurang tsedaappp kaannn buat diceritain.

KETIKA KELAS RAMAI
Iniii niihhh, iniii yang paling sering. Kelas gaduh itu semacam sudah jadi makanan sehari-hari. Ya iya laahhh, secara ya 30an anak di 1 tempat. Coba aja emak-emak dikumpulin di 1 tempat, pasti ramenya sudah melebihi pasar. Tapi kalau di ruang kelas dan ramai kan enggak kondusif ya. Kalau kelas rame saya pasti diem. Diem aja di depan kelas sambil senyam-senyum dan lirak-lirik sana sini. Kadang beruntung ada anak yang pengertian langsung bilang sssssstttt jangan berisik jangan berisik. Langsung diemlah mereka seketika. Ya dewaaaa, rasanya pengin langsung sujud syukur. Hahahaha.

Kadang mereka teteeeepp aja rameee. Ramenya gantian gituuuu. Yang belakang udah diem, yang depan ribut. Yang depan udah diem, sisi kanan rame. Sisi kanan tenang ehhh sisi kiri berisik. Sisi kiri diem, yang di belakang asyik ngobrol. Gituuu terusss sampai negara api menyerang. Hiks.

Terus gimana? Ini beberapa hal yang sudah pernah saya lakukan.


  1. Ambil nafas dalam-dalam terus ngomong dengan suara yang dari jarak puluhan meter pun suara masih kedengeran jelas. Kebayang kan gimana kerasnya suara saya. Dengan suara sekeras itu mau tak mau mereka diem. Antara takut dimarahin atau kuping keburu sakit. Hihihihi.
  2. Sebaliknya dari nomer 1, saya ngomong dengan suara yang sangaaaat pelan. Itu memaksa mereka untuk diem karena kalo tetep rame mereka gak bakal denger suara saya.
  3. Ngomong dengan suara agak keras, "Kalian masih pengin rame? Ya sudah ibu kasih waktu 10 menit yaaa untuk rame". Lalu ngeloyorlah saya duduk manis di kursi guru. Ajaib, mereka diem semua. Tanpa dosa saya ketawa, "Lo kalian disuruh rame kok diem semua. Gimana to? Boleh lo rame sampai 10 menit ke depan. Kayak tadi gak papa, ibu tungguin". Ehhh tapi mereka tetap enggak mau. Fyuuuhhh, legaaaaa. Ini trik semacam ibu-ibu punya anak kecil lagi manjat pohon, "Nak, manjat terusss. Sampai puncak sekalian nak". Ehh si anak malah turun.
  4. Macam orang ngambek. Saya asyik aja duduk di kursi guru sambil mengitarkan pandangan ke seantero kelas. Kalo di saya, itu mujarab. Why? Karena mereka tahu kalo saya diemmm aja teruss itu artinya saya marah tapi saya tahan. Mereka jadi tenang karena tahu kalo rame terus bisa jadi saya akan meledak amarahnya. Ahaaaa
KETIKA LAGI BAD MOOD
Guru itu manusia, wajar kalo mood  mendadak kacau. Inget jaman sekolah dulu? Gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba ada petir menyambar-nyambar. Rame diomelin diem diceramahin. Gak tanya ehhh disindir-sindirr berarti udah pinter semua. Giliran ada yang tanya dibilangin makanya belajar. Zzzzzzzz. Rasa-rasanya murid di dalam kelas gerak dikiiittt aja itu kesalahan besar.

Pun saya, beberapa kali begitu. Kwkwkwkwkwk. Maafkan dakuu wahai muridkuuuuu.

Tapi ketika lagi bad mood saya bakal jujur. Pernah gusi saya bengkak, rasanya aduhaaaaiiiii. Saya dengan jujur bilang, "Nak, gusi ibu bengkak. Itu artinya kayaknya ibu emosinya agak kacau. Pernah kan ya gusi atau gigi kalian sakit? Masih inget rasanya? Ibu akan tetep ngajar, tapi please kalian yang manis ya. Ibu gak mau marahin kalian.

Dan percaya enggak percaya, mereka  menjadi sangat pengertian. Sepanjang pelajaran mereka manis sekaliiii.

PLEASE NAK, SERAGAMNYAAAAA
Di dalam kelas terjadi dialog antara seorang guru dengan muridnya. G=Guru. M=Murid
Adegan pertama.
G: Nak seragamnya dirapikan.
M: Sudah rapi bu.
G: Ayo dimasukkan!
M: Ini keluar sendiri bu.
G: Diihh, kok bisa ya? Lama-lama ntar copot sendiri loooo. Hahahaha
M: *Langsung merapikan seragam*

Adegan kedua
G: Nak seragamnya ayo dimasukkan
M: Gerah buuuuu. Panas.
G: Ya sudah. Ayo nak seragamnya dilepas semua aja. Semriwing ntar
M: Hih ibuuuuu *langsung merapikan seragam*

Ah sudah ya, 3 itu aja yang saya ceritakan. Bagi saya yang masih guru ala ala dan memang masih harus banyak belajar ini tiap hari adalah belajar. Kadang saya berpikir, sebagai seorang guru ternyata membuat saya belajar banyak hal dari murid-murid saya. Doakan ya semoga saya makin baik ke depannya.

Fyi, foto-fotonya enggak ada hubungannya dengan tulisan ya. Ini foto saya dengan murid-murid saya. Please jangan komen mana guru mana murid. Lain kali saya ceritakan deehhh hal yang seru-seruuuuu lagiiii.

Lagi kemah. Ini foto lamaa


Acara wisuda
Yeaayyy, mereka ini murid-murid saya. Soon bakal saya ceritakan gimana saya ngetrip ke Dieng motoran dari Jogja bareng 13 cowok yang kurang piknik
Bareng alumni yang datang saat acara porsenitas

With Love
Diyan Hastari



Jumat, 11 November 2016

The Harvest Patissier and Chocolatier Kini Hadir di Jogja

Meskipun penggila coklat dark, tetapi saya kurang suka cake. Mungkin karena terbiasa makan kue ulang tahun yang seringnya rasanya biasa-biasa saja ya. Kode nih kode bagi siapapun yang baca. Hihihihi

Tetapi bulan Oktober kemarin pendirian saya mulai goyah. Ketika itu banyak sekali foto-foto salah satu brand cake yang berseliweran di jalan-jalan strategis di Jogja. Tak cuma di jalan, bahkan di beranda facebook pun sering banget  muncul. Nama brand tersebut adalah THE HARVEST. Oooohh jadi ceritanya The Harvest ini bakal buka cabang baru  di Jogja.


Duuhhhh, tergiurr banget lihat foto cake-nyaa. Dan lapisan coklatnya ituu loooo. Bikin mupeeng tingkat dewaaaa.

*
*
*

Singkat cerita, tibalah hari itu. Hari dimana The Harvest launching di Jogja. 18 Oktober kemarin, bersama teman-teman blogger yang lain kami berkesempatan menghadiri acara launching The Harvest ini. Jam 14.00 tepat saya berhasil menemukan tempatnya yang ternyata strategis banget nget nget. Duhh tapi percayakan aja pada google map untuk cari tempatnya, jangan percaya saya yang tukang nyasar ini. Hihihihi.

Setelah acara ceremonialnya, aya berkesempatan mencicipi 3 cake andalan dari The Harvest ini. Chocolate Devil, Strazberry Cheese Cake, dan Peanut Butter Cake. Sebagai penggila coklat, saya sukaaa banget dengan Chocholate Devil. Coklatnya jelas sekali kelas premium. Cake-nya pun di luar dugaan, saya sukaaa sekaliiii. Yang jelas bikin ketagihan.


Siap menyicipi 3 cake andalan
Chocholate Devil



Di akhir acara, aya menyempatkan diri untuk membeli cake-cake ini untuk sahabat-sahabat saya. Sayang sekali saya lupa namanya, tetapi bentuknya seperti ini





Yap, lagi-lagi karena saya penggila coklat. aya pun memilih yang ada coklat-coklatnya. Daannn rasanya benar-benar cocok di lidah saya yang lumayan rewel ini. Selain coklatnya yang memang juara, raa cake ini pun enak. Tak cuma saya yang suka, sahabat-sahabat saya pun menyukainya.

Enggak percaya? Datang ssaja dan buktikan di sini
The Harvest Pattisier & Chocolatier

Jl. C. Simanjuntak No. 5 
Yogyakarta - Indonesia





Selasa, 08 November 2016

Upside Down World, Tempat Unik Serba Terbalik di Jogja

Yang suka narsis, pas banget deh datang ke sini. Berkonsep serba terbalik, tempat ini menjadi salah satu tempat yang diincar oleh kawula muda di Jogja. 

 

Datang ke tempat ini, kita berasa masuk ke rumah. Tercatat ada 8 spot foto yang sayang jika tidak diabadikan. Spot foto tersebut antara lain ruang 3D, living room, dinning room, master bed room, kids room, kitchen, laundry room hingga bathroom. 

 

Bingung bagaimana cara mendapatkan foto dengan hasil yang maksimal? Jangan sedih di tiap spot foto ada contoh pengambilan gambarnya. Sekaligus ada petugas yang siap memberikan arahan ke tiap pengunjung. Yang pasti, siap-siap harus antri ya. Apalagi kalau akhir pekan, tempat ini pasti ramai pengunjung.

 
Lihat-lihat kulkas dulu ahh sebelum masak

Ala ala sedang yoga. Hihihi


Kok gedhe bonekanya yaaaa


Ayooo ngepel duluuuu


Add caption


Sebelum tidur, jumpalitan duluuu


Upside Down Wold terletak di Jalan Ring Road Utara No. 18 (Seberang Indomaret Casagrande) Maguwoharjo, Depok, Kabupaten Sleman. Tempat ini buka tiap hari dari jam 10.00–19.00. HTM Rp 80.000 untuk orang dewasa dan Rp 40.000 untuk anak-anak. 

 

Jadi, kapan ke sini?

Selasa, 26 Juli 2016

Untuk Angeline, Untuk Anak-Anak Indonesia




Judul film: Untuk Angeline
Sutradara: Jito Banyu
Produser: Niken Septikasari, Duke Rachmat
Genre: drama, biografi
Produksi: Citra Visual Sinema
Tanggal rilis: 21 Juli 2016 (Indonesia)
Durasi: 100 menit

Terlahir di keluarga kurang mampu, Angeline harus hidup terpisah dari bapak ibu kandungnya, Santo dan Samidah. Santo tanpa berunding dengan istrinya menyerahkan bayi mungilnya yang baru berusia 3 hari kepada sepasang suami istri yang telah menebus biaya persalinan Angeline. Samidah yang diperankan oleh Kinaryosih tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan ketika diminta untuk tak menemui Angeline sampai dia berusia 18 tahun.

Angeline hidup bersama keluarga John dan Terry di pulau Bali. John dikisahkan begitu baik hati sangat menyayangi Angeline. Berbeda jauh dengan Terry dan Kevin yang sering bersikap sinis dan kasar pada Angeline. Kevin merupakan kakak tiri Angeline, anak dari Terry dengan pria lain sebelum menikah dengan John.
****
Untuk Angeline, sebuah film yang diangkat berdasarkan kisah nyata seorang gadis kecil berusia 9 tahun di Bali. Menonton film ini saya seperti diingatkan untuk melihat rentetan-rentetan berita tentang Angeline yang sempat menjadi perhatian masyarakat Indonesia pertengahan 2015 lalu.

Angeline si anak adopsi, sangat disayang oleh papa angkatnya. Di satu sisi, mama angkat dan kakak angkatnya justru sangat membenci Angeline. Perlakuan-perlakuan kurang menyenangkan sering diterima oleh Angeline dan makin menjadi-jadi ketika papa angkatnya meninggal dunia karena serangan jantung.

Tak tega rasanya menceritakan kekerasan apa saja yang dialami oleh Angeline. Melihat sosok gadis kecil berwajah manis tapi berpenampilan kumal saja pandangan mata langsung mengabur. Jangan tanya seperti apa derasnya air mata ketika adegan demi adegan kekerasan yang dialami oleh Angeline diputar. 

Ketika sedang menyaksikan film ini tiba-tiba saja terfikirkan apa yang membuat Angeline begitu tabahnya menghadapi kekerasan demi kekerasan, bukan hanya kekerasan fisik tapi juga kekerasan mental. Barangkali karena Angeline merasa tak ada pilihan lain yang lebih baik selain menerima dan pasrah dengan keadaan. Barangkali dia merasa tak ada orang lain yang bisa membantunya bahkan sekadar untuk tempat bercerita.
Setelah itu, sibuklah saya menyalahkan banyak orang. Tetangganya yang kurang peka, guru-gurunya yang seharusnya lebih aware, dan dua pembantunya yang seharusnya lebih berani dalam melindungi Angeline. Jika saja seperti itu, barangkali Angeline tak kan dibunuh dan dikubur di halaman belakang rumahnya sendiri.

Lalu saya terhenyak. Jika ada Angeline Angeline lain di sekitar saya, bisa dan beranikah saya melindungi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang? Jangan-jangan saya justru lebih cuek dan bersikap masa bodoh. Merasa itu bukan urusan saya, merasa itu bukan tanggung jawab saya.

Pesan film ini cukup jelas, stop kekerasan pada anak. Film ini layak untuk ditonton orang dewasa agar lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Sesuai dengan segmennya untuk usia 17 tahun ke atas, fiml ini tidak disarankan untuk usia anak-anak, karena banyaknya adegan kekerasan yang ditampilkan secara gamblang.

Stop kekerasan pada anak. Jangan sampai ada Angeline Angeline lain yang menjadi korban di sekitar kita. Untuk Angeline, untuk anak-anak Indonesia... marilah dimulai dari diri sendiri.

Nonton bareng film Untuk Angeline bersama teman-teman kopiers Jogja

Kamis, 19 Mei 2016

Selalu Ada yang Pertama: Postingan Pertama




Selalu ada yang pertama. Dan ini postingan pertama di blog baru ini.

Yess. Akhirnya mendapatkan hidayah untuk mulai menulis lagi di blog.  Blog ini akan aku khususkan untuk menulis kisah, pengalaman, dan petualangan seru yang aku alami. Dari jalan-jalan cantik, kulineran, kumpul-kumpul dengan komunitas, pengalaman seru di kelas ataupun di luar kelas (eiimm, aku guru killer katanya. hihihi), sampai naik gunung ataupun petualangan seru lainnya semoga akan segera dirilis.

Insha Alloh akan mulai memberi tanda kehidupan juga ke blog yang aku khususkan untuk menulis cerpen, cerkak (cerpen berbahasa Jawa), puisi, dan  geguritan (puisi berbahasa Jawa). Doakan tetap konsisten ya.

Di postingan  pertama ini enggak mau berpanjang kali lebar. Segini aja dulu sepertinya cuku[. Tapi boleh ya narsisnya agak banyakan. Hihihi.  Dari beberapa  foto-foto favoritku  ini, kalian pengin mana yang aku tulis dulu? :)








Kata  beberapa temanku, foto-foto yang aku posting itu ngeri-ngeri sedaaaap. Iyakah? Ada yang pengin cobain gitu? Ehhh, engaja nama tempatnya memang belum ditulis ya. Tunggu aku di postingan berikutnya.

Btw, mukanya biasa aja napa? Jangan mupeng gitu.
*ngumpettakutdijitak.

Salam kompor nan membara dariku, Diyan Hastari.